Ulos pada mulanya identik dengan ajimat, dipercaya mengandung "kekuatan" yang bersifat religius magis dan dianggap keramat serta memiliki daya istimewa untuk memberikan perlindungan. Menurut beberapa penelitian penggunaan ulos oleh suku bangsa Batak, memperlihatkan kemiripan dengan bangsa Karen di perbatasan Myanmar, Muangthai dan Laos, khususnya pada ikat kepala, kain dan ulosnya.[13]
Secara legenda ulos dianggap sebagai salah satu dari 3 sumber kehangatan bagi manusia (selain Api dan Matahari), namun dipandang sebagai sumber kehangatan yang paling nyaman karena bisa digunakan kapan saja (tidak seperti matahari, dan tidak dapat membakar (seperti api). Seperti suku lain di rumpun Batak, Simalungun memiliki kebiasaan "mambere hiou" (memberikan ulos) yang salah satunya melambangkan pemberian kehangatan dan kasih sayang kepada penerima Hiou. Hiou dapat dikenakan dalam berbagai bentuk, sebagai kain penutup kepala, penutup badan bagian bawah, penutup badan bagian atas, penutup punggung dan lain-lain.
Hiou dalam berbagai bentuk dan corak/motif memiliki nama dan jenis yang berbeda-beda, misalnya Hiou penutup kepala wanita disebut suri-suri, Hiou penutup badan bagian bawah bagi wanita misalnya ragipanei, atau yang digunakan sebagai pakaian sehari-hari yang disebut jabit. Hiou dalam pakaian penganti Simalungun juga melambangkan kekerabatan Simalungun yang disebut tolu sahundulan, yang terdiri dari tutup kepala (ikat kepala), tutup dada (pakaian) dan tutup bagian bawah (abit).
Menurut Muhar Omtatok, Budayawan Simalungun, awalnya Gotong (Penutup Kepala Pria Simalungun) berbentuk destar dari bahan kain gelap ( Berwarna putih untuk upacara kemalangan, disebut Gotong Porsa), namun kemudian Tuan Bandaralam Purba Tambak dari Dolog Silou juga menggemari trend penutup kepala ala melayu berbentuk tengkuluk dari bahan batik, dari kegemaran pemegang Pustaha Bandar Hanopan inilah, kemudian Orang Simalungun dewasa ini suka memakai Gotong berbentuk Tengkuluk Batik.
Berikut adalah macam-macam Hiou yang menjadi ciri khas Adat Suku Batak Simalungun,
Hiou Nanggar Soeasah.
![]() |
Hiou Nanggar Soeasah |
Tenun
ini berwarna biru gelap dan memiliki jumbai hitam panjang dengan ujung
pendek. Kain ini memiliki garis memanjang ringan dan garis titik-titik.
Pada lebarnya diberikan hiasan, yang paling rinci adalah pada bagian
penutupnya. Tenun ini oleh setiap orang dikenakan sebagai kain penutup
pundak.
Hiou Ragi Tinaboer.
Hiou Ragi Tinaboer.
![]() |
Hiou Ragi Tinaboer. |
Hiou Ragi Panei.
![]() |
Hiou Ragi Panai. |
Potongan
bagian tengah ini berwarna hampir sama seperti pinggiran tetapi
memiliki banyak garis memanjang berwarna biru muda. Pada kedua sisi
bagian tengah ini terdapat sebuah garis pemisah berwarna putih kelabu
atau biru muda. Kain sederhana ini dikenakan oleh pria dan wanita tua,
tetapi tidak terlarang bagi orang muda.
Hiou Ragi Sapot.
![]() |
Hiou Ragi Sapot. |
Tenun yang sama seperti Ragi Siattar, tetapi tanpa hiasan beludru. Kain ini bisa dikenakan oleh siapa saja.
Hiou Ragi Siattar.
![]() |
Hiou Ragi Siattar. |
Garis
samping gelap dengan garis tengah yang benang lungsingnya berwarna
putih dan benang melintangnya berwarna gelap, dihiasi dengan jumbai
putih, merah dan hitam. Raja danpuang bolon (permaisuri raja) mengenakan
kain ini seperti halnya rohaniawan-dukun-tabib ketika mereka bertindak
sebagai perantara.
Hiou Ragi Sattik.
![]() |
Hiou Ragi Sattik. |
Hiou Hati Rongga.
![]() |
Hiou Hati Rongga. |
Garis
samping berwarna biru gelap dan bagian tengah sedikit lebih gelap
memiliki garis titik-titik berwarna terang pada bagian memanjang. Kain
ini bisa dikenakan oleh siapapun sebagai ikat pinggang.
Hiou Gobar.
![]() |
Hiou Gobar. |
Kain
ini dikenakan oleh para kepala rendahan dan anak-anak bangsawan
mengenakannya sebagai kain. Garis sampingnya berwarna merah tua, garis
memanjang pada bagian tengah berwarna merah.
Hiou Boelang-boelang.
![]() |
Hiou Boelang-boelang. |
Kain
penutup kepala ini berwarna merah tua. Garis tengahnya memiliki tiga
garis memanjang berwarna putih kelabu dengan bagian penutup berwarna
putih kelabu, penuh bentuk simetris sebagai ragam hias. Pada ujung
luarnya, kain ini memiliki jumbai panjang yang memberikan kesan dominan.
Kain ini dikenakan oleh wanita yang sudah menikah dan hanya dibuat di
Simalungun
Segala masukan dan koreksi sangat saya hargai untuk menambah dan memperbaiki setiap artikel dalam blog ini, dengan mengirimkan pendapat anda semua ke page/halaman "KIRIM ARTIKEL" yang terdapat pada header page blog ini. Tanpa mengurangi hormat, saya harapkan tulisan pendapat anda tentunya dengan data dan fakta serta sumber berita yang akurat sehingga apa yang menjadi koreksi bisa bermanfaat untuk menambah "celah-celah" yang hilang dari sejarah SIMALUNGUN